Garment adalah industri yang bergerak di bidang produksi pakaian jadi dari bahan tekstil. Merupakan salah satu sektor industri yang padat karya dan menyerap banyak tenaga kerja, terutama wanita. Garment juga merupakan salah satu sektor industri yang berkontribusi besar bagi ekspor dan perekonomian Indonesia.
Namun, di balik keberhasilan industri garment, terdapat berbagai tantangan dan kesulitan yang dihadapi oleh para pekerja.
Bekerja di garment bukanlah pekerjaan yang mudah dan menyenangkan. Di garment membutuhkan keterampilan, kerjasama, dan disiplin yang tinggi. Juga mengharuskan pekerja untuk menghadapi tekanan, persaingan, dan resiko yang besar.
Beratnya Kerja di Garment Bagi Karyawan
Menurut laporan International Labour Organization (ILO) tahun 2019, rata-rata jam kerja per minggu bagi pekerja wanita di sektor garment Indonesia adalah 46,4 jam.
Angka ini lebih tinggi dari rata-rata jam kerja per minggu bagi pekerja wanita di sektor lainnya, yaitu 40,9 jam.
Rata-rata jam kerja per minggu bagi pekerja wanita di sektor garment di negara-negara lain, seperti Vietnam (44,2 jam), Kamboja (43,9 jam), Bangladesh (43,6 jam), dan Myanmar (42,8 jam). Jam kerja yang panjang dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental, stres, depresi, penurunan produktivitas, penurunan kualitas hidup, peningkatan risiko kecelakaan kerja, peningkatan risiko penyakit kronis, dan penurunan harapan hidup.
Tuntutan produksi yang tinggi dari pihak pembeli atau buyer. Pekerja di sektor garment harus mampu memenuhi target produksi yang ditetapkan oleh pihak pembeli atau buyer.
Target produksi ini biasanya sangat ketat dan sering berubah-ubah sesuai dengan permintaan pasar dan tren fashion. Jika target produksi tidak tercapai, pekerja dapat mendapatkan sanksi atau bahkan pemutusan hubungan kerja.
Produksi yang tinggi juga dapat menyebabkan penurunan kualitas produk, pelanggaran standar keselamatan dan kesehatan kerja, serta pengabaian hak-hak pekerja.
Persaingan Harga antar Industri Garmen
Persaingan harga yang ketat antara perusahaan garment. Industri garment merupakan industri yang sangat kompetitif dan sensitif terhadap harga.
Perusahaan garment harus bersaing dengan perusahaan lain untuk menawarkan harga yang murah dan bersaing kepada pihak pembeli atau buyer.
Hal ini dapat menyebabkan perusahaan garment melakukan efisiensi biaya produksi dengan cara-cara yang tidak adil dan tidak bertanggung jawab, seperti menekan upah pekerja, mengurangi fasilitas dan tunjangan pekerja, mengabaikan standar lingkungan hidup, serta melakukan outsourcing atau subkontrak.
Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum dari pihak pemerintah. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat, upah minimum, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, serta hak-hak pekerja lainnya di sektor garment.
Namun, dalam kenyataannya, pengawasan dan penegakan hukum dari pihak pemerintah masih lemah dan tidak efektif. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan garment melakukan pelanggaran-pelanggaran tanpa adanya sanksi atau hukuman yang tegas.
Baca Juga : 7 Resiko Kerja di Pabrik Garmen Selain Sesak Nafas
Kurangnya kesadaran dan perlindungan hak-hak pekerja dari pihak pengusaha dan serikat pekerja.
Pengusaha memiliki kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak-hak pekerja sesuai dengan undang-undang dan perjanjian kerja. Serikat pekerja memiliki peran untuk meningkatkan kesadaran dan advokasi bagi pekerja terkait hak-hak mereka.
Namun, dalam kenyataannya, banyak pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban mereka dan bahkan melakukan intimidasi atau diskriminasi terhadap pekerja. Serikat pekerja juga masih lemah dan tidak efektif dalam melakukan negosiasi kolektif, bantuan hukum, dan perlindungan bagi pekerja.
Kurangnya Alternatif Sumber Penghasilan bagi Pekerja.
Banyak pekerja di sektor garment yang bekerja karena tidak memiliki pilihan lain untuk mencari nafkah. Mereka tidak memiliki keterampilan, pendidikan, atau modal yang cukup untuk beralih ke pekerjaan lain yang lebih baik.
Mereka juga tidak memiliki akses ke program-program pemberdayaan ekonomi, sosial, atau budaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini membuat mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketergantungan terhadap pekerjaan di sektor garment.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bekerja di garment adalah pekerjaan yang berat dan penuh tantangan.
Baca Juga : Contoh Kerja di Garment Bagian Cutting Plus Gajinya
Pekerja di sektor garment harus menghadapi berbagai tekanan, persaingan, dan resiko yang besar. Pekerja di sektor garment juga sering mengalami pelanggaran hak-hak mereka sebagai pekerja dan sebagai manusia.
Untuk mengatasi beratnya kerja di garment, diperlukan upaya-upaya dari semua pihak yang terkait, baik pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, maupun masyarakat. Upaya-upaya tersebut meliputi:
- Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat, upah minimum, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, serta hak-hak pekerja lainnya di sektor garment.
- Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di sektor garment melalui pelatihan, pendidikan, sertifikasi, dan pemberian insentif.
- Efisiensi dan efektivitas produksi di sektor garment dengan menggunakan teknologi yang canggih dan ramah lingkungan.
- Meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor garment dengan memberikan upah yang layak, fasilitas dan tunjangan yang memadai, waktu istirahat yang cukup, serta perlindungan sosial.
- Kesadaran dan solidaritas bagi pekerja di sektor garment dengan melakukan advokasi, edukasi, organisasi, serta gerakan konsumen cerdas.
Baca Juga : Kerja di Garment Berapa Jam? Liburnya Berapa Hari?
Dengan adanya kerjasama antara semua pihak yang terkait, beratnya kerja di garment dapat diatasi. Hal ini akan berdampak positif bagi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja, pengusaha, maupun perekonomian.